Satu Sisi Dunia

Pertemuan Pertama

Siang itu saya mengikuti perkuliahan seperti biasa. Ya, seperti biasa. Ada dosen, ada teman teman dalm satu kelas. Senua tampak biasa, tak ada yang lebih. Paling paling hanya Bapak Naim yang tampak baru kali ini. Memang wajar, karena baru pertama ini saya diberi materi oleh beliau.

Waktu itu, beliau menyuruh kepada kami sekelas untuk menulis. Terserah apa yang ditulsi, ya pokoknya menulis. Saya merasa ini juga hal biasa, dimana seorang dosen menyuruh muridnya para mahasiswa untuk menulis. Nah, sampai disitu beliau menekankan akan pentingnya menulis. Kalau saat ini, sebuah hal yang biasa jika saya belum yakin benar akan pentingnya menulis. Kalau boleh jujur, tulisan inipun ada dan saya tulis karena memang ada unsur paksaan dari saya sendiri, dan paksaan dari diri saya itu sendiri muncul karena adanya tugas dari bapak Naim. Dan yang terkhir beliau bpak Naim menyuruh kami karena kehandak Tuhan. Hhehe entah itu benar atau salah.

Setelah saya menulis sampai kalimat ini, saya merasa telah habis ide ide dari otak saya yang perlu saya sampaikan pada tulisan ini. Saya ucapkan banyak terimakasih kepada para pembaca tulisan ini. Kalaupun tidak ada satu orangpun yang membaca tulisan ini, rasa terimakash ini akan saya aturkan pada diri saya sendiri. Terimakasih. Salam santun dari keruhnya satu sisi dunia.

Di Bawah Naungan Sor Blimbing

Secangkir kopi hitam menemani hari2 pagi kami. Mulanya kami berniat kuliah, nmun ngopi prioritas kami. Khususnya ajis, orang rejotangan yg sngat bnyak penggemarnya di kelas. Jujur saya iri dng. Bkan krn bnyak penggemarnya, nmun krn senyumnnya yg mmpu memaniskan kopi ini.

Mahdum, itulah nmanya. Dia kebalikannya sang ajis. Kalau ajis bnyk pnggar, sebaliknya bagi mhdum. Nmun perbedaan mnjdikan kduanya sangat disegani di kelas. Bkan krn kegagahannya, nmun krn kekalahannya stiap main di CJ.

SYAHDAN

    Pada tempat yang sunyi , senyap , disekitar macam-macam gunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Lagit Arabia tiada dili...