Merdeka dari Apa dan Merdeka untuk Apa.



Peringatan kemerdekaan 17 Agustus selalu ditandai dengan beragam perayaan dari Jakarta hingga ke pelosok desa. Seringkali riuhnya seremoni membuat kita jarang punya ruang untuk merenung dan berefleksi. Padahal ada pertanyaan kunci: sesudah merdeka, lalu mau apa? Pertanyaan ini seolah sederhana, namun tidak selalu mudah menjawabnya.

Kemerdekaan punya dua aspek pokok: merdeka dari apa; dan merdeka untuk apa.

Semua tahu kita sudah merdeka dari masalah utama dahulu kala, yaitu penjajahan. Tapi apakah kita juga sudah merdeka dari masalah kita saat ini: kemiskinan, ketimpangan sosial-ekonomi, kebodohan, ketidakadilan, rusaknya alam, korupsi, merosotnya demokrasi, dan menyempitnya ruang gerak sipil, serta berbagai soal lainnya. Itu mengapa kita mesti peka akan aspek kedua: merdeka untuk apa.

Kemerdekaan memberi kita ruang untuk mengejar kepenuhan harkat dan martabat sebagai manusia dan bangsa. Seluruh mandat konstitusi republik ini adalah mandat untuk menjunjung tinggi sekaligus memastikan pemenuhan harkat dan martabat tersebut. Petikan dari Pembukaan UUD 1945:

“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Diusia yang menginjak tahun ke-77—ini bukan usia lanjut, tapi juga bukan ‘anak kemarin sore’ untuk sebuah negara—sejumlah kemajuan di berbagai bidang dan aspek kehidupan memang sudah kita capai. Mencanangkan tekad menjadi ekonomi terkuat nomor empat atau lima sejagad pada tahun 2045 nanti, Indonesia menunjukkan kerja kerasnya dengan sejumlah hasilnya. Sebut saja pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil meski sempat terpuruk didera pandemi, pembangunan infrastruktur fisik yang menjangkau sudut-sudut negeri, sejumlah prestasi pembangunan dan kemampuan bersaing yang makin mengglobal, dan masih banyak lagi. Tapi, negeri ini juga masih dihadapkan pada fragmentasi yang terjadi baik karena politik identitas berbasis agama, maupun tarik-ulur kekuasaan penuh ambisi tanpa nurani. Di negeri yang masih mencoba sembuh dari pandemi dan membenahi diri ini, sebagian rakyatnya justru ragu akan masa depan apalagi setelah Pemilu 2024 nanti. Ditambah berbagai tantangan pembangunan seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial-ekonomi, maka makin mendesak untuk menjawab panggilan memastikan kepenuhan dan pemenuhan harkat dan martabat manusia dan bangsa Indonesia. Karena itu, tugas besar sebagai bagian dari anak bangsa di zaman ini bagi kita adalah mengambil bagian dalam upaya merawat optimisme kemerdekaan tersebut.

Pertama, membangun pemahaman akan kemerdekaan dalam konteks kita masing-masing, artinya; lingkungan, tempat tinggal, tempat bekerja dan berkarya, organisasi, dan lain sebagainya. Pemahaman ini akan membantu kita mengerti masalah dan tantangan yang dihadapi dan membangun kesadaran kita untuk bertindak dalam konteks tersebut dalam solidaritas dengan yang lain. Kemiskinan dan ketimpangan seperti apa yang ada di sekitarku? Kerusakan lingkungan seperti apa yang terjadi di wilayahku? Pengekangan kebebasan sipil apa yang terjadi di sekitar diriku? Apakah aku ikut merasakan dampaknya? Apakah aku terlibat di dalam upaya mengatasinya?

Kedua, memulai dari diri kita sendiri untuk menembus batas-batas yang selama ini membelenggu; sekat sosial-budaya, agama-kepercayaan, latar belakang ekonomi, profesi, geografi, institusi, bahkan sekat usia, dan lain sebagainya. Pendeknya, semua sekat yang tercipta akibat konstruksi sosial yang membuat orang harus merasa berbeda dengan yang lain. Sekat-sekat ini mesti ditembus untuk bisa bekerjasama. Karena itu mulailah bekerjasama dan berkolaborasi dengan semua pihak yang punya niat baik di sekitar diri kita. Semua pihak—siapapun dia, apapun agama dan keyakinannya, apapun latar belakang sosial-ekonominya, seperti apapun pandangan politiknya—selama ia bersepakat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mau ikut menjunjung harkat-martabat warga dan bangsanya, bekerjasamalah dengannya. Hanya dengan solidaritas, kerjasama, dan kolaborasi dengan semua orang yang berkehendak baik untuk menjaga harkat dan martabat negeri ini, kita bisa memastikan republik ini terus tegak berdiri, kini dan selamanya nanti. Merdeka!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what your opinion?

SYAHDAN

    Pada tempat yang sunyi , senyap , disekitar macam-macam gunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Lagit Arabia tiada dili...