OBAT RESAH MANUSIA MODERN
Stoisisme:
Penawar Keresahan Manusia Modern
Sebuah Resensi Buku How to Be a Stoic :
Using Ancient Philosophy to Live a Modern Life (Massimo Pigliucci)
Stoicism
atau stoisisme itu adalah filosofi yang mengajarkan bagaimana kita bisa hidup
dengan kebahagiaan yang penuh. Konsep ini cukup tua, dan ini dilahirkan di kota
Athena oleh orang yang namanya Zeno yang berasalakan dari Citium atau yang
sekarang dikenal dengan Cyprus. Itu kurang lebih di awal abad ke-3 sebelum
masehi, dan ini berlanjut dan tentunya dilanjutkan oleh mantan budak yang
bernama Epictetus di zaman Romawi. Setelah itu dilanjutkan oleh Seneca seorang
politikus, dan setelah itu dilanjutkan oleh Marcus Aurelius seorang kaisar di
zaman Romawi. Ini semua terjadi di milinea pertama.
Ada
beberapa praktek yang bisa dipertimbangkan untuk kita bagaimana menjadi Stoic,
bagaimana kita bisa menjadi bijak atau menjadi filusuf untuk mencari
kebahagiaan yang nyata.
1. Pertama adalah, bagaimana kita bisa menelaah kesan dari hidup kita.
Tentunya itu dengan catatan kita harus terlebih dahulu mengetahui apa yang bisa
kita kontrol dan apa yang kita tidak bisa kontrol. Semakin kita menyadari batas
apa saja yang bisa kita kontrol, semakin kita bisa menerima apa yang terjadi
pada diri kita sendiri.
2. Kedua adalah, kita menyadari bahwa segalanya itu tidak kekal. Ini
sederhananya bahwasanya segalanya itu tidak baku. Jadi kalau ada sesuatu yang
terjadi dengan diri kita, semakin kita menyadari bahwa itu semua tidak baku, semestinya
kita bisa menjadi stoik. Memang tidak kekal itu inti dunia. Karena, semua orang
tau dari kecil bahwa hidup itu tidak kekal. Dia juga melihat orang tuanya dari
rambut putih menjadi ber-uban. Juga melihat Kakek neneknya, dari gesit menjadi
lemah. Siang jadi malam. Pagi jadi petang. Dan lain sebagainya.
3. Ketiga adalah, reserve close atau antisipasi kemungkinan terburuk. Sering
kali kita dalam menentukan planning untuk menentukan sesuatu, “we have to
plan for the worst”, kita harus berencana untuk merencanakan hal-hal yang
lebih parah daripada apa yang kita antisipasi. Agar nanti kalau kita kepleset,
kita sudah siap atau bisa mengantisipasi hal-hal yang ada diluar batas wajar
atau hal-hal yang tidak kita rencanakan.
4. Keempat adalah, virtue, here and now, atau menjadikan kebajikan
sebagai acuan. Intinya tidak ada hal yang kita tidak memiliki kapasitas moral
untuk menunjukkan toleransi. Ibaratnya tidak ada hal yang tidak bisa kita jabanin
atau hadapi. semakin kita berpikir seperti itu, semakin kita melakukan positive
thinking, semakin kita menuju kepada stoikisme.
5. Kelima adalah, istirahat atau rehat sejenak. Kalau stres, kalau kita
mengalami sesuatu yang diluar kontrol atau bahkan diluar batas wajar, kadang-kadang
kita harus istirahat. Dan itu akan membantu kita untuk lebih menjadi stoic.
6. Keenam adalah: yang sering kita sebut sebagai otherize atau memahami
perspektif orang lain. Ini adalah konsep bagaimana kita bisa merasakan apa yang
dirasakan orang lain, itu kita juga bisa rasakan. Jadi, apa yang dilakukan
orang lain, itu kita harus bisa membayangkan bahwa itu juga bisa terjadi dengan
kita. Ini bukan semata hanya simpati atau empati, tapi kita juga harus bisa
membayangkan kalau orang disebalah kita itu kepleset, kita itu harus bisa
membayangkan bahwa hal tersebut bisa terjadi dengan kita juga. Sehingga kita
bisa lebih siap mental, tentunya kita juga bisa lebih stoik.
7. Ketujuh adalah, bicara seperlunya saja. Berbicara yang minimalis. Tapi
apapun yang kita artikulasikan itu kita artikulasikan dengan cara yang berkenan
atau baik.
8. Kedelapan adalah, kelilingilah diri kita dengan orang-orang yang keren atau
orang-orang yang baik. Bangun sistem dukungan. Kalau kita mau keren ya
kelilingi diri kita dengan orang-orang yang keren. Bahkan dengan orang-orang
yang bagi kita itu lebih stoik kalau kita mau menjadi orang yang stoik.
Tentunya kalau kita mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang tidak stoik,
atau tidak filsuf, atau tidak bijak semakin kita tidak bisa menjadi orang yang
stoik.
9. Kesembilan adalah kalau kita diledekin atau apa, biasakan kita merenspon dengan humor. Ini dalam
artian tidak mudah tersinggung. Karena humor itu adalah obat untuk banyak hal.
Kalau kita di bully, kalau kita diledek, atau kita dikompromi, atau disiasati,
tidak usah baper, kita renspon saja dengan humor, karena ini adalah bagian dari
hidup kita dan semakin kita bisa mengakomodasi hal-hal dengan humor semakin
kita bisa menjadi manusia yang lebih stoik. Dan ada yang mengatakan bahwa dunia
ini neraka bagi mereka yang baperan.
Kesepuluh Jangan terlalu ngobrol terlalu banyak mengenai diri kita. Jangan sombong. Gunakan konsep learn to lesson ketika kita ngobrol dengan orang. Semakin orang yang Anda ajak ngobrol itu semakin banyak ngobrol daripada diri Anda sendiri, itu semakin baik. Karena the power of listening itu lebih besar dibanding the power of speaking atau the power of talking.
1 Kesebelas kalau kita bicara, jangan menggunakan judgement. Jangan cepat menyimpulkan. Kalau kita ngobrol dengan siapapun, itu jangan cenderung dengan penilaian yang apriori. Semakin kita itu apriori dengan penilaian, itu semakin kita kabur, semakin kita itu sulit untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
12 Terakhir adalah reflect upon the day renungkan
harimu. Refleksi diri. Jadi, kalau kita melakukan aktifitas sehari-hari, catat
saja, jurnalkan saja plus minusnya, up and down-nya dicatat. Semakin
kita bisa mencatat, semakin kita bisa melakukan refleksi terhadap apa yang
sudah kita lakukan sebelum-sebelumnya.
Ini adalah beberapa tips, ada 12 exercises
yang dianjurkan bisa dilakukan oleh kita semua agar kita bisa mencapai kulminasi
atau titik stoikisisme.