Era Gemilang Sains yang Terlupakan
Part 5
“Teladan Keterbukaan dan Toleransi”
Pada
intinya, bahasa-bahasa yang dibaca dan diterjemahkan di Bayt al-Hikmah itu
bukan bahasa Arab saja, tapi juga diterjemahkan daei bahasa Farsi, Aramaik,
Yahudi, Syiriac, Yunani, dan Latin. Jadi bisa dibayangkan keterbukaan
mereka untuk belajar dari seluruh penjuru dunia itu luar biasa sekali. Dan tentunya
esensi dari ulasan ini adalah tidak ada yang dinamakan sains Persia, sains
Arab, sains Islam, sains Yahudi, sains Kristen, akan tetapi yang ada adalah
sains. “Sains has no border”. -Sains tidak memiliki batas-.
Tentunya
yang menggaris bawahi kejayaan mereka, apakah itu di zaman Umayyad, Abbasid,
ataupun Ottoman adalah KETERBUKAAN dan TOLERANSI. Tapi saya perlu garis bawahi
disini, sempat ada seorang ahli spiritual, ahli filsafat, dan ahli macam-macam
yang bernama Hamid al-Ghazali, seorang polematika keturunan Persia. Beliau
menulis banyak sekali karya-karya tulisan. Dua yang akan saya highlight. Pertama
adalah “Revival of the Religious Sciences”, bahwasanya ajaran Islam itu
sudah dilupakan di zaman Abbasid, dan beliau mengingatkan untuk kaum Islam itu
untuk tetap mendekatkan diri dengan agama. Karya keduanya adalah “The
Incoherence of the Philosophers” yang mengkritik ilmu pengetahuan sains
Aristotelian, bahwasanya revelatian (wahyu) itu lebih tinggi daripada
investigasi atau rasionalitas. Mungkin kalau saja pengedepanan sains dan
teknologi itu terus berlanjut semenjak zaman keemasan Islam di zaman Abbasid,
mungkin sekali kemenangan di Nobel dalam bidang sains yang dimenangkan oleh
kaum Islam itu jauh lebih besar daripada hanya 0,5% dari total kemenangan
selama ini. Tapi tentunya Nobel itu bukan penilaian yang universal, tapi hanya
salah satu dari acuan untuk sejauh apa kita sudah mengedepankan ilmu sains dan
teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what your opinion?