BIAS COGNITIVE PENGHAMBAT INOVASI DAN SOLUSINYA

 

BIAS COGNITIVE PENGHAMBAT INOVASI DAN SOLUSINYA

 

Kenapa upaya inovasi kerap gagal menghasilkan output yang diinginkan dalam organisasi?. Bisa jadi itu bukan karena proses inovasi yang telah dilakukan salah, atau bukan juga karena inovator atau tim inovator kurang cerdas dalam melakukannya. Dan bisa jadi itu karena cognitive bias kita dan tim yang kita miliki telah menghambat lahirnya inovasi itu.

Bias kognitif atau cognitive bias adalah cara berpikir dan memahami dunia yang belum tentu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Kita mungkin mengira kita mengalami dunia disekitar kita dengan objektifitas yang sempurna. Masing-masing dan setiap orang dari kita melihat sesuatu secara berbeda. Berdasarkan prasangka, pengalaman masalalu, dan faktor lingkungan, atau sosial kita. Tentunya itu tidak berarti bahwa cara kita berfikir atau merasakan sesuatu itu benar-benar mewakili kenyataan yang sebenarnya. Sederhananya bias kognitif adalah distorsi realitas kita dalam memandang dunia.

Ada banyak bias kognitif yang ada. Dan dalam hal ini, ada 7 diantaranya menurut saya banyak dimiliki oleh kita sendiri dan orang-orang disekitar kita, yang mana itu dapat merusak proses penciptaan inovasi bahkan yang paling baik sekalipun. Dan cobalah untuk mengenali ketujuh bias kognitif dalam diri kita, dalam diri orang sekitar kita, dalam diri atasan kita, dan juga para diri setiap anggota tim inovasi kita.

            Amos tversky dan daniel kahneman memperkenlakan istilah cognitive bias atau bias kognitif pada awal 1970-an untuk menggambarkan pola respon seseorang yang itu sistemas, tapi menghasilkan pola respon yang cacat atas penilaian dan pengambilan keputusan. Secara sederhananya cognitive bias didefinisikan sebagai pola penyimpangan sistematis dari norma atau rasionalitas dalam melakukan penilaian. Seseorang menciptakan realitas subjektivitas mereka sendiri dari persepsi mereka terhadap apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka rasakan. Kontruksi realitas persepsi individu itu bukanlah kenyataan objektif yang sebenarnya, yang kemudian mendikte perilaku mereka di dunia. Berikut ini ada 7 bias kognitif yang banyak dimiliki oleh kita dan orang-orang sekitar kita yang mana itu bisa merusak proses penciptaan inovasi yang paling baik sekalipun.

1.      Confirmation bias

Ini merupakan salah satu bias kognitif yg paling umum kita temui. Confirmation bias adalah ketika seseorang mencari dan menafsirkan informasi baik itu berita, data statistik atau pendapat orang lain, maka mereka hanya mendukung asumsi atau teori yang telah mereka miliki saja. Jadi, confirmation bias ini berbahaya bagi pengembangan inovasi, karena si pelaku proses inovasi bisa menjadi salah arah. Dia terus menggerakkan inovasinya kearah yang dia yakini benar namun pada kenyataannya bisa jadi para anggota secara faktual tidak menginginkannya. Selain itu  dampak dari confirmation bias ini adalah rendahnya tingkat adopsi dari sebuah inovasi baru. Mereka yang sudah terlanjur nyaman dan meyakini bahwa cara yang dia gunakan selama ini adalah yang paling baik, cenderung untuk menolak inovasi tersebut.

2.      Anchoring effect

Anchoring effect atau efek jangkar  itu muncul ketika seseorang berfokus pada satu aspek dengan mengesampingkan semua pertimbangan lainnya. Contohnya, bagi teman-teman inovator yang punya latar belakang technical  sering kali terobsesi pada menghadirkan teknologi yang paling canggih dan tertinggi. Karena memang itu yang menjadi passion-nya, dan passion itu kemudian jadi anchorring atau jangkar dalam setiap pengambilan keputusannya. Karena itulah maka bisa jadi sang inovator malah justru mengabaikan hal-hal lain yang sebenarnya itu punya nilai tinggi bagi organisasi dan dia hanya terjebak fokus pada membuat inovasi yang berbasis teknologi canggih. Maka nilai inovasinya menjadi rendah dimata organisasi.

3.      Ambiguity effect

Efek ambigu ini menghasilkan keputusan untuk mendukung pilihan dengan hasil yang sudah diketahui, daripada mengambil resiko pada pilihan yang probabililitasnya tidak diketahui. Hal ini mengakibatkan keterbatasan kemampuan dalam mengenali manfaat jangka panjang dari keputusan yang lebih beresiko, ketika dibandingkan dengan keuntungan marginal dari pilihan yang lebih aman. Akhirnya inovasi yang dihasilkan seringkali berupa incrementel improvment saja yaitu peningkatan kinerja kecil-kecilan. Tidak ada lompatan perbaikan apalagi inovasi radikal yang bisa menghasilkan lompatan nilai bagi anggota organisasi.

4.      Bandwagon effect

Efek kereta ini seringkali dikaitkan dengan fenomena psikologis yang dikenal dengan istilah mentalitas kelompok. Seseorang yg mengalami bandwagon effect itu menempatkan nilai jauh lebih besar pada keputusan yang cenderung sesuai dengan trend saat ini, atau menyenangkan individu dalam kelompok yang ada atau yang diinginkan. Terkadang para inovator memilih untuk menggarap project inovasi yang itu berpeluang besar akan dapat apresiasi dari atasan atau dapat restu dari para senior leaders daripada benar-benar menciptakan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan bagi organisasi.

5.      Dunning kruger effect

Dunning kruger effect itu adalah jenis bias kognitif dimana orang percaya bahwa mereka lebih pintar dan lebih mampu daripada yang sebenarnya. Pada dasarnya orang yang punya kemampuan rendah itu tidak bisa mengenali ketidak mampuannya sendiri. Jadi kombinasi antara kesadaran diri yang buruk dengan kemampuan kognitif yang rendah itulah yang membuat mereka jadi melebih-lebihkan kemampuan diri mereka sendiri. Kalau sang inovator memiliki effect Dunning kruger effect ini jelas repot ya. Dia akan meyakini bahwa idenya itu adalah yang paling baik. Dan dia merasa tau segalanya. Sehingga alih-alih melakukan validasi ekperimentasi aja dia males. Karena menurut dia solusinya sudah jelas. Ya itu apa yang ada dikepalanya itulah soslusinya. Dunning kruger effect ini juga terkadang dimiliki oleh atasan atau pejabat yang mempunyai kepentingan terhadap inovasi kita. Bisa jadi dia jadi nyetir proses inovasi kita ke arah yang sebenarnya belum tentu benar tetapi dia yakini benar.

6.      Affinity bias

Affinity bias atau efek kedekatan ini merupakan kecenderungan bawah sadar kita untuk memilih atau mendukung orang orang yang memiliki kesamaan dengan diri kita. Bias ini paling sering terjadi pada saat menseleksi calon karyawan atau memilih anggota tim.

Apasih akibatnya bagi proses inovasi?. Ingat ya inovasi itu lahir justru dari perbedaan pandangan, dari tubrukan ide yang datang dari orang-orang yang punya latar belakang dan expertise yang berbeda beda. Jika kita memilih anggota tim inovasi  hanya dengan mereka yang latar belakangnya, pendidikannya, gaya, dan cara pandangnya itu sama aja dengan kita, maka inovasi yang muncul paling ya itu-itu saja, tidak ada yang baru. Maka jangan mimpi melahirkan radical inovatios atau distruktif inovation.

7.      Status quo bias

Bias ini adalah pereferensi untuk hal-hal yang relatifly tetap tidak berubah. Seseorang mengalami status quo bias sering menganggap setiap penyimpangan dari yang biasanya sebagai sesuatu yang negatif atau merugikan. Dan itu mengakibatkan keengganan yang kuat untuk tidak mau berubah. Semestinya kognitif bias yang satu ini tidak dimiliki oleh sang inovator itu sendiri. Melainkan biasanya dimiliki oleh orang orang yang disekitarnya yang dia ingin bantu, rekan kerja yang merasa terancam pekerjaannya jika ada inovasi yang akan menggantikan perannya nanti, atasan yang merasa area kekuasannya dilanggar dengan hadirnya inovasi kita atau mungkin sekedar orang-orang sekitar yang malas kalau harus berubah atau mempelajari sesutau yang baru. “if its not broken. Don’t fix it”, begitu kata mereka.

 

Itulah tadi 7 bias kognitif yang dapat merusak proses inovasi yang paling baik sekalipun. Jadi bagaimana cara kita mengatasinya. Berikut ada 3 tips untuk mengurangi bias kognitif kita.

1.      Pertimbangkan siapa yang terpengaruh oleh keputusan kita atau kurangnya keputusan dari kita. Terkadang melihat bagaimana orang lain akan terpengaruh oleh suatu keputusan yang kita ambil, akan membantu memperjelas keputusan tersebut untuk kita.

2.      Lihat apakah ada observasi aktual yang kita dapat lakukan atau adanya data untuk membantu kita membuat keputusan. Kita tidak perlu menulis thesis, cukup berikan pikiran rasionalisasi atas beberapa data untuk dikerjakan dan kita nanti akan lihat bagaimana itu bisa dengan cepat mengubah dan mempertajam pengambilan keputusan kita.

3.      Meminta masukan dari sumber yang kredibel. Mereka mungkin memiliki data atau pengalaman yang tidak kita miliki. Dan karena tidak ada dua orang yang persis sama, mereka mungkin melihat situasi dan perioritas dari sudut pandang yang berbeda dari kita. Perspektif luar yang ternyata menantang dari apa yang kita lihat sering kali justru memperjelas dan membantu anda dalam mengambil keputusan.

4.      Keterbukaan diri adalah bekal untuk bagaimana kita bisa melakukan re-skilling ataupun re-purposing bahkan up-skilling ataupun up-purposing. Banyak sekali teman-teman kita yang tidak bisa melakukan penyesuaian inovasi dikarenakan mereka tidak bisa menunjukan keterbukaan diri sehingga mereka tidak bisa melakukan proses produksi inovasi yang inovatif. Maka keterbukaan adalah kuncinya.

 

Hati hati dengan bias kognitif kita. Segeralah identifikasi lalu atasi. Jangan sampai mereka menjadi jebakan batman disaat kita sedang asik berinovasi. Semoga manfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what your opinion?

SYAHDAN

    Pada tempat yang sunyi , senyap , disekitar macam-macam gunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Lagit Arabia tiada dili...